Konfirmasi email pada formulir. Perlukah?

Pengguna sebuah produk teknologi itu beragam sekali, mulai dari yang sejak lahir sudah memegang gawai hingga yang baru saja mengenalnya. Saya pernah berdiskusi mengenai ini dengan klien saya di kantor. Ia menemukan sebuah fakta yang menarik: kebanyakan orang tua tidak mengetahui alamat email mereka, karena biasanya dibikinkan oleh sales yang menjual ponsel itu atau oleh anak mereka yang melek teknologi. Konsep alamat email agak abstrak bagi mereka.

Bagi kebanyakan perusahaan alamat email itu penting untuk memvalidasi penggunanya maupun untuk berkomunikasi. Untuk itu alamat email sangat dibutuhkan saat pendaftaran. Oh iya, saya tidak membahas Sign Up/Login with [Nama Layanan] karena itu bahasan yang berbeda.

Konfirmasi alamat email biasanya seperti gambar di bawah ini:

Keberadaan konfirmasi ini dilandasi kesalahan pengguna.

The most common cause of unintentional email input errors is misspelling. When entering their email address into a Web form input field, people sometimes mistype. They are trying to get through a Web form that is keeping them from their actual goal of joining a community or buying something online. The form is in their way and the sooner they complete it, the sooner they can move on. But when people rush -accidents happen. — Luke Wroblewski

Mengenai metode ini ada dua aliran yang saya temui.


Aliran pertama: Validasi itu penting.

Prinsip dasar dari aliran ini adalah mengurangi faktor kesalahan pengguna, yaitu dengan memberikan dua buah fieldEmail address dan Confirm your email address.

Validasi dari aliran ini ada dua, yaitu dari pengguna itu sendiri maupun dari sistem. Dengan menuliskan alamat emailnya dua kali, pengguna memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang ia lakukan. Misalnya seperti, “oh iya ya, yang atas kurang satu huruf.”

Sedangkan validasi dari sistem adalah dengan membandingkan kedua alamat email yang diketikkan oleh pengguna. Apabila ada perbedaan maka sistem akan mengingatkan pengguna untuk memperbaikinya.

Semelek apapun tentang teknologi, pengguna bisa salah mengetikkan alamat emailnya entah karena faktor “jempol gue kegedean” atau banyak hal. Aliran ini berusaha untuk mengurangi kesalahan itu.

Namun apakah demikian? Tampaknya Luke bukan penganut aliran ini.

In theory forcing people to retype reduces the number of potential errors and helps ensure an accurate email address is collected. In reality, people don’t like repeating themselves and many just cut and paste into the second input field potentially repeating their error in the first input field.


Aliran kedua: Makin sedikit field, makin bagus.

Aliran ini menarik karena sesuai dengan kebencian pengguna dalam mengisi formulir. Makin sedikit field diharapkan mengurangi kebencian para pengguna. Dengan demikian, diharapkan jumlah konversi meningkat karena pengguna tidak terlalu membencinya.

Luke menyarankan untuk memberikan kejelasan (clarity) pada field alamat email. Misalnya seperti memperbesar ukuran teks.

An easy way to reduce the number of input errors caused by mistyping is to increase the size of a form’s input fields. This allows people to more clearly see what they have entered and hopefully locate any errors before moving on.

Dalam entri blognya ia juga menyontohkan beberapa alternatif yang bisa dicoba untuk memberikan kejelasan.

  • Contoh 1: teks diperbesar.
  • Contoh 2: muncul “validasi” setelah pengguna menuliskan alamat emailnya.
  • Contoh 3: Konfirmasi alamat email di tombol Submit.

Namun apakah mengurangi field otomatis konversinya bertambah?

Unbounce, sebuah layanan landing page dan konversi marketing, pernah menelitinya. Menurutnya jumlah field memang berpengaruh terhadap konversi, namun tidak selalu berbanding terbalik atau bergaris lurus.

As before, conversion rates were highest with only one form field, and decreased with each additional form field; but, after levelling out between four and seven form fields, conversion rates began to climb again. In this instance, ten form fields actually saw greater conversion rates than three.

Unbounce

Hipotesa yang dikembangkan oleh Unbounce adalah kadang kala pengguna ingin mengisi informasi yang menurut mereka penting, ketiadaan field yang relevan membuat mereka meragukan landing page tersebut.


Aliran mana yang harus saya dalami?

It’s very difficult to solve a problem you don’t understand. Vice versa, it’s pretty easy to solve a problem you do understand. That’s what research does. It helps you understand problems.

Michael Aagaard, Unbounce

Tidak ada rumus baku dalam UX. Fungsi riset adalah untuk memahami para pengguna dan memvalidasi solusi yang direncanakan. Kadang aliran pertama sesuai, kadang juga aliran kedua yang dibutuhkan.


Catatan: Ini adalah salinan jawaban saya di Quora. Saya akan menulis ulang jawaban yang saya suka di Quora ke dalam blog saya.

  Do you recommend this post?

Related posts