Melawan Guillain-Barré and Miller Fisher overlap syndrome (GBS/MFS)

Beberapa waktu yang lalu saya terkena Guillain-Barré and Miller Fisher overlap syndrome. Penyakit lotre yang bisa menyerang siapa saja ini membuat saya harus beristirahat selama 3 minggu, 9 hari di rumah sakit dan sisanya istirahat di rumah.

Di tanggal ulang tahun ini saya memutuskan menulis blog untuk mengenang perjuangan saya melawan penyakit ini, maupun berbagi untuk yang lain agar (jangan sampai, sih) kalau terkena bisa langsung mengenali penyakitnya dan mendapatkan perawatan segera.


H-13

Saat itu kondisi saya tidak terlalu fit karena sedang flu. Istri saya menghibur saya dengan mengajak makan malam bersama di dekat kantor. Kami bertemu di sebuah mal dekat kantor dan memilih suatu restoran jepang. Setelah menghabiskan hidangan, saya melaksanakan ritual para perokok: sebat. “Aku sebat dulu ya di luar.”

Saya berjalan ke depan, mengeluarkan rokok dan korek gas, dan membakarnya. Belum saya menghisap rokoknya, perut saya terasa sakit sekali. Saya langsung berjalan cepat ke toilet terdekat dan menghabiskan waktu sekitar 20 menit di sana. Badan saya penuh keringat dan rasanya agak lemas. “Ah, kaget kali ya makannya kecepetan,” pikir saya dalam hati.

Saya kembali ke restoran dan tak lama kemudian kami pulang.

H-12 hingga H-1

Perut saya menjadi super sensitif sepanjang belasan hari ke depan. Setiap setelah makan, ada yang salah sedikit dengan makanannya membuat saya harus ke toilet. Norit yang menjadi andalan saya juga tidak terlalu manjur.

Hari-H

Sepulang dari kantor saya memutuskan untuk bermain game yang baru saya beli. Saya bermain hingga tiba-tiba migrain sebelah kanan. Saya jarang migrain, jadi hal ini membuat saya curiga. “Duh, mainnya kelamaan kali, ya,” pikir saya dan ternyata baru jam 9 malam. “Mungkin ini pertanda harus langsung tidur.”

Saya mencoba tidur tapi migrainnya semakin parah dan saya merasakan kesemutan di area yang sama. Semakin saya berusaha keras untuk tidur, semakin saya tidak bisa tidur. Akhirnya saya membuka ChatGPT untuk berkonsultasi.

Tangkapan layar jawaban ChatGPT mengenai gejala yang saya alami, yang menggambarkan beberapa kondisi yang mungkin terjadi seperti neuropati wajah, migrain, stres, efek samping obat, dan gangguan saraf.

ChatGPT menemani saya ngobrol sepanjang malam hingga akhirnya saya harus ke toilet. Saat tidak sengaja melihat cermin di toilet, saya melihat muka sebelah kanan seperti ditarik. Saya mencoba membuka mata kanan tapi rasanya seperti habis dipukul. Anehnya, kalau saya menampar pipi saya, saya tidak merasakan apa-apa.

Selfie Rifat dengan mata kanan yang tertutup sebelah

Saat itu sudah jam 11 malam. Konsultasi dengan ChatGPT juga menjadi makin menakutkan karena ada soal Bell’s palsy, transient ischemic attack, stroke, dan sebagainya. Saya memutuskan pergi ke UGD dan istri saya terbangun mendengar saya terlalu berisik. “Aku mau ke UGD, ya,” kata saya lalu menjelaskan kecemasan saya. Istri saya menenangkan saya dan meminta saya untuk coba tidur dan baru pergi ke RS keesokan paginya.

H+1

Kami akhirnya pergi menemui spesialis saraf di RS dekat rumah. Dokter bilang ini kemungkinan stroke, tapi gejala di wajah saya tidak bisa menegakkan diagnosisnya karena harusnya matanya terbuka, bukan tertutup. Ia memberikan saya obat untuk meringankan gejala dan, “kalau semakin parah, kembali lagi ke sini.”

Jam 4 sore tiba-tiba wajah saya sudah tidak ketarik lagi, bahkan saya belum meminum obatnya. Namun, untuk berjaga-jaga, saya tetap meminumnya setelah makan malam.

H+2 hingga H+4

Untungnya minggu itu ada long weekend, jadi saya menghabiskan waktu untuk beristirahat di rumah.

Walau saya sudah beristirahat selama 3 hari, tapi saya merasa makin letih. Saya merasa kesemutan di tangan dan kaki kanan, bahkan tremor di tangan kanan. Penglihatan saya juga menjadi berkabut dan ganda.

Konsultasi dengan ChatGPT membuat saya memutuskan untuk menemui dokter tersebut keesokan harinya.

Penjelasan dari ChatGPT mengenai gejala yang saya alami yang mungkin disebabkan oleh neuropati perifer, gangguan saraf perifer lainnya, migrain, sinusitis, stroke, dan parkinson.

H+5

Saya bertemu dokter dan menjelaskan kondisi saya yang tidak membaik. Dokter bilang itu hal yang wajar karena masa pemulihan dan memberikan saya vitamin untuk menguatkan badan saya. Ia bilang tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

H+6 hingga H+8

Penjelasan dokter dan vitamin yang ia berikan membuat saya berani untuk kembali ke bekerja. Sayangnya, saya merasa kondisi saya makin memburuk selama tiga hari bekerja.

Tidak puas dengan konsultasi dokter yang tidak memberikan jawaban, saya mencoba mencari dokter lain.

Saran ChatGPT untuk meminta second opinion:
1. Pilih dokter yang berbeda
2. Jelaskan situasi.
3. Minta opini.
4. Evaluasi dan ambil keputusan.

Pilihan saya jatuh ke spesialis saraf di RS lain. Awalnya saya menghindarinya karena takut teringat tentang Ayah saya yang mana dokter tersebut adalah dokter yang menanganinya. Tapi saya teringat, don’t shoot the messenger, dan saya pikir akan lebih baik lagi karena ia bisa melihatnya lebih luas lagi: ada faktor keturunan dan sebagainya.

H+9

Saya bertemu dokter dan menjelaskan semua kondisi saya. Jawabannya membuat saya takut, “Bapak harus dirawat segera.” Namun, karena satu dan lain hal, saya baru bisa dirawat 2 hari kemudian. Dokter menyetujuinya dan bilang saya bisa masuk lewat UGD. Ia juga menyiapkan berbagai catatan ke petugas UGD saat saya datang nantinya.

H+11

Saya datang ke UGD dan langsung diperiksa macam-macam, saking banyaknya bahkan harus ada 4 titik yang ditusuk untuk mengambil darah. Saya juga menjalani MRI dan rekam jantung.

Selesai tes, saya dimasukkan ke kamar rawat inap. Tiba-tiba tangan dan kaki kanan saya melemah. Saya tidak bisa membuka pintu kamar mandi, saya tidak bisa berjalan dengan lancar. Kalau mau berdiri, saya tidak bisa menggunakan kaki kanan saya untuk menumpu dan mendorong badan saya. Kaki kanan saya terasa lemah sekali dan sulit untuk saya angkat. Ibaratnya, kalau rebahan, kaki bisa saya angkat 90 derajat, tapi saya tidak sampai setengahnya. Mata kanan saya semakin berkabut. Selain itu, saya juga kesulitan menelan.

Simulasi mata berkabut di mana ada seperti kabut putih tipis yang menghalangi obyek yang dilihat,
Simulasi penglihatan berkabut. (kredit)

Akhirnya dokter datang dan mengatakan saya dirawat dengan indikasi stroke walau gejala menelan dan gangguan di wajah dan mata saya kontradiktif dengan stroke. Ia menyarankan saya berkonsultasi dengan spesialis lainnya dan melakukan berbagai terapi untuk mengembalikan fungsi otot kanan yang melemah.

H+13

Ayah cepet sembuh
dari Samira
Surat dari Samira

Berbagai terapi dan konsultasi dengan spesialis lain sudah saya lakukan dan kelihatannya kondisi saya stabil. Setelah beberapa hari dirawat dan tidak ada hal yang memberatkan, dokter bilang saya bisa pulang keesokan harinya.

H+14

Saya menjalani pagi hari dengan semangat karena hari itu boleh pulang. Ketika bangun, saya langsung melakukan “PR” dari terapis yang harus saya lakukan di waktu luang. Saya kaget ketika saya tidak bisa mengangkat kaki kiri saya. Penglihatan mata kiri saya juga ikut berkabut dan ganda.

Saya langsung memanggil perawat untuk mengabarkan kondisi terbaru saya. Ia menelepon dokter dan dokter menyarankan saya untuk menjalani CT scan dan electromyography (EMG).

Hasil CT scan tidak mengindikasikan apapun, namun dari EMG kemungkinan saya mengalami Guillain-Barré syndrome (GBS). Dokter meminta saya untuk tes lumbal pungsi untuk menegakkan diagnosis.

Hasil baca EMG yang mengindikasikan GBS tipe AMSAN
Hasil EMG

H+15

Di ruang tunggu operasi

Lumbal pungsi adalah tindakan yang sangat menyeramkan. Saya tiduran menyamping dan menekuk kedua kaki saya ke perut. Dokter mengoleskan bius ke punggung bagian bawah lalu memasukkan jarum yang cukup panjang untuk mengeluarkan cairan serebrospinal. Ketika jarum ditusuk dan mencoba mencari-cari titik yang pas, wah… Ngilunya masih terus terbayang hingga berminggu-minggu kemudian.

Setelah hasil lumbal pungsi keluar, dokter datang dan menjelaskan kalau kelemahan di tubuh saya ini bukan karena stroke. Ia bilang saya positif sakit Guillain-Barré syndrome (GBS), penyakit langka yang terjadi 1 kasus per 100 ribu orang tiap tahun, dan Miller Fisher syndrome (MFS), 1 per 1 juta orang. Yang saya alami, Guillain-Barré and Miller Fisher overlap syndrome, lebih langka lagi, 1 per 2 juta orang.

Dokter menjelaskan tentang penyakit ini. GBS menyerang alat gerak seperti tangan dan kaki, sedangkan MFS menyerang wajah dan mata. Ia meminta saya mengingat kembali kira-kira apa yang bisa men-trigger-nya, “mungkin infeksi pernapasan atau pencernaan di 2 minggu sebelum gejala pertama?” Saya teringat kasus di H-13. Ia kemudian menjelaskan tentang fase-fase penyakit ini, yaitu 2-4 minggu pertama biasanya fase penurunan, kemudian stagnan, dan 6 bulan hingga 1 tahun pemulihan.

Saya diminta untuk tetap tinggal di RS selama beberapa hari ke depan untuk berjaga-jaga dan observasi.

H+16 hingga H+18

Walau vonisnya menyeramkan tapi saya berusaha tetap semangat. Saya rutin melakukan latihan dan terapi agar saraf saya bisa ingat kalau saya masih punya otot. Di hari ke-delapan belas, dokter datang dan meminta saya melakukan aktivitas-aktivitas kecil seperti mengangkat tangan, berjalan kaki, dan sebagainya. Ia merasa kondisi saya sudah stagnan dan membolehkan saya pulang keesokan harinya. Ia juga meminta saya untuk rutin kontrol ke berbagai spesialis dan tetap mengikuti jadwal terapi.

Ringkasan pulang dari RS: keluhan dan indikasi rawat

H+19 hingga H+50

Saya selalu mengikuti terapi yang disarankan, seminggu bisa sampai 2 kali. Saya rutin konsultasi dengan berbagai spesialis, mulai dari rehabilitasi medik hingga gizi. Selain itu, saya juga diberikan berbagai obat, dan berbagai treatment seperti laser dan USG. Istri saya bahkan berinisiatif mendaftarkan saya mengikuti hydrotherapy.

Saya mencoba rutin berolahraga. Awalnya, saya hanya kuat berjalan selama 15 menit, dan itupun paling jauh 0.5 km. Lama-kelamaan saya makin kuat berjalan, baik dari segi jarak, durasi, maupun kelandaian. Prestasi yang saya banggakan adalah berhasil mendaki setinggi 30 meter, dan berjalan sejauh 2,5 km tanpa istirahat.

Terapi setrum (lupa namanya hehe) untuk merangsang otot menelan
Berbagai obat yang perlu saya konsumsi
Sesi hydrotherapy yang kelihatannya mudah tapi tidak

Progress saya cukup baik di hari ke-limapuluh sehingga dokter memutuskan saya tidak perlu melakukan fisioterapi lagi. Kontrol dengan semua spesialis (kecuali spesialis saraf) juga tidak perlu dilakukan lagi.


Sekarang

Saat ini saya merasa kondisi saya sudah kembali seperti semula, lebih cepat dari rata-rata yang disampaikan dokter maupun referensi yang saya baca. Saya juga sudah mengubah gaya hidup dan diet untuk mencegah GBS/MFS ini kambuh kembali.

Di setiap kesedihan tentu ada kebahagiaan. Penyakit ini menampar saya agar saya mau hidup sehat. Diet ketat, terapi, dan olahraga yang saya lakukan membuat saya kembali ke jalan yang benar.

Dulu kolesterol saya sangat tinggi, tapi sekarang sudah normal. Saya juga berhenti merokok dan tidak lagi mengalami tensi tinggi. Tensi “normal” saya dulu di atas 130/90, sekarang sudah stabil di 110/70. Hasil tes darah saya semuanya ikut normal yang mana dulu hampir selalu ada anomali. Yang lebih penting lagi, saya berhasil menurunkan berat badan saya. Dari 74 menjadi 66 kilogram.

Selain itu, saya juga mencari tahu lebih lanjut mengenai penyakit ini. Saya tidak ada riwayat autoimun maupun saraf, sehingga datangnya penyakit ini membuat saya bertanya-tanya. Dari obrolan bersama ChatGPT dan baca-baca jurnal sebagai amatiran, mungkinkah karena COVID-19?


Mudah-mudahan cerita saya bisa membantu menjelaskan mengenai penyakit lotre ini. Untuk informasi lebih lanjut tentang GBS, referensi ini bisa menjadi acuan:

  1. National Organization for Rare Disorders
  2. Hopkins Medicine
  3. NHS
  4. Mayo Clinic

Oh iya, kalau bersedia, mohon bantuannya membiayai pemulihan saya dengan membeli lukisan saya.

11 people recommended this post