Filosofi dalam logo

Apa pentingnya nilai filosofi dalam logo?

Tanggapan saya sangat kontroversial sekali. Dulu saya pernah diundang ke seminar Organizational Branding FIB UI pada 2013 untuk membawakan peran desain dalam organisasi.

Salah seorang bertanya, “bagaimana tahapan membuat logo?” Saya jawab kalau tahapannya adalah a-d dan lupakanlah filosofi. Penanya terlihat kecewa dan saya menyesal tidak melanjutkan dengan pemaparan saya di bawah ini yang menyatakan kalau filosofi itu tidak ada gunanya bagi orang yang melihatnya.


Nah, apa pentingnya nilai filosofi dalam logo?

Untuk orang lain? Tidak ada.

Nama saya diambil dari bahasa Arab. Rifat (رفعت‎) bisa diartikan sebagai “kedudukan tinggi” atau “yang tinggi derajatnya”, sedangkan Najmi (نجمی) berarti “bintang”. Kombinasinya bisa diartikan sebagai “bintang yang paling tinggi derajatnya” atau “setinggi bintang”. Bagus, bukan?

Namun, apakah orang lain yang tahu arti nama saya langsung bisa menebak saya sebagai seorang yang hebat, yang bersinar cerah, dsb? Mereka justru menilai/mengidentifikasikan saya sesuai kualitas interaksi saya dengan mereka, bukan karena arti nama saya yang berat. Saya rasa tidak ada yang peduli dengan arti nama saya selain saya dan kedua orang tua saya.

Sama halnya dengan logo.

Yang peduli soal filosofi logo hanya dua pihak:

  1. Desainer yang membuatnya agar mendapat approval dari klien/bos.
  2. Klien yang memesannya agar merasa harganya wajar sesuai dengan yang telah dibayarkan, atau bosnya agar sejalan dengan prinsip/visi/misi perusahaan.

Masyarakat? Tidak peduli.

Tidak ada yang membeli Xiaomi karena logonya berarti “mobile internet” atau “mission impossible”.

Logo Xiaomi
(Android Authority)

Tidak ada yang membeli Sony Vaio karena logonya merepresentasikan analog dan digital.

Logo VAIO
(The Logo Smith)

Tidak ada yang membeli Volvo karena logonya diambil dari simbol kimia untuk besi maupun arti namanya yang menggambarkan keinginan perusahaan untuk membuat transportasi semakin mudah.

Logo Volvo
(Business Insider)

Tidak ada yang peduli soal filosofi logo, selain pembuatnya dan pemiliknya.

Mereka membeli merek-merek di atas karena persepsi terhadap kualitas/fungsi/gengsi/dsbnya, bukan karena arti logonya.

19 people recommended this post

Related posts